Senin, 17 Juni 2013

Mengapa Diperlukan Tes HIV ?
Apakah tes HIV itu ?
  • Tes HIV adalah suatu pemeriksaan darah yang digunakan untuk memastikan seseorang terinfeksi HIV atau tidak dengan cara mendeteksi antibodi terhadap HIV.
  • Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sitem imun untuk melawan penyakit tertentu.
  • Tes ini sangat penting terutama untuk menentukan status kesehatan seseorang yang dianggap berisiko terhadap penularan HIV.
Mengapa diperlukan tes HIV ?
  • Pemeriksaan pada seseorang yang berisiko tinggi tertular HIV bermanfaat untuk mendeteksi infeksi HIV secepatnya agar dapat memperoleh pengobatan segera, sehingga jumlah virus dapat diturunkan dan perkembangan penyakit ke arah AIDS dapat dikurangi dan penyebaran virus dapat dicegah.
  • Pemeriksaan pada pemberi donor darah atau pemberi donor organ tubuh bermanfaat untuk meyakinkan bahwa darah atau organ yang akan ditransplantasikan tidak terinfeksi HIV.
Siapa saja yang harus melakukan pemeriksaan HIV ?
  • Pengguna narkoba, terutama pemakaian melalui suntikan
  • Mereka yang melakukan hubungan seks tidak aman
  • Ibu hamil yang berisiko tinggi, untuk mencegah penularan kepada janin atau bayi yang dilahirkan
Apa tujuan pemeriksaan HIV ?
  • Mendeteksi keberadaan virus HIV atau antibodi HIV
  • Skrining darah atau organ
  • Diagnosis infeksi HIV pada individu
Bagaimana tes HIV dilakukan ?
  • Pemeriksaan terhadap darah pasien tidak hanya dilakukan sekali, tetapi dilakukan dengan menggunakan 3 metode pemeriksaan (ELISA atau EIA) yang berbeda, dengan tingkat sensitivitas dan spesifitas yang berbeda pula.
  • Bila hasil tes ELISA atau EIA positif, maka harus dilakukan konfirmasi dengan metode lain, yaitu Western Blot, yaitu suatu pemeriksaan yang memiliki spesifisitas sangat tinggi.
  • Hasil positif dilaporkan setelah konfirmasi dengan pemeriksaan menggunakan metode Western Blot menunjukkan hasil positif.
  • Bila hasil tes meragukan atau indeterminate (dapat terjadi pada stadium awal dari serokonversi) maka diambil sampel darah kedua pada 2 minggu (14 hari) kemudian diperiksa kembali. Lebih baik lagi bila dilakukan pemeriksaan Western Blot. Jika hasil tetap meragukan maka dilakukan pemeriksaan serial setiap 3 bulan selama sedikitnya 6 bulan atau sampai dengan 12 bulan. Jika hasil tes tetap meragukan dan keadaan memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan PCR.
Apakah artinya bila hasil tes HIV positif ?
  • Hasil tes HIV positif berarti ditemukan antibodi HIV, dan berarti orang tersebut terinfeksi HIV.
  • Hasil tes HIV positif tidak berarti seseorang telah mengidap AIDS. Banyak orang yang menunjukkan hasil positif tetapi sehat selama beberapa tahun, meskipun mereka tidak melakukan tindakan / pengobatan.
  • Jika hasil negatif dan dalam 3 bulan sebelumnya tidak terpapar HIV, maka berarti bahwa orang tersebut tidak terinfeksi.

    Pemeriksaan Laboratorium Untuk HIV

    TES DIAGNOSIS

    Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus tersebut dalam tubuh penderita :

    IV.1. Mencari virus dalam darah penderita
    - kultur/biakan virus
    - deteksi antigen ; p24
    - PCR (polymerase chain reaction)

    IV.2. Mencari adanya antibodi terhadap berbagai komponen virion HIV dalam serum penderita (tes serologik)
    - Tes Enzyme Linked Immunosorbent Assay (EIA/ELISA)
    - Tes sederhana / cepat (tes imunokromatografi)
    - Tes konfirmasi sepert Western Blot (WB), Indirect immunofluorescence assay (IFA)

    IV.3. Tes Tambahan
    Tes tambahan ini meliputi :
    - Urinalisis, tes feces lengkap, fungsi hati (SGOT/SGPT)
    - LDH, alkali fosfatase, bilirubin
    - Fungsi ginjal (ureum/creatinin)

    Namun jenis tes yang tersering dipakai sehari-hari adalah deteksi antibodi (anti-HIV).6 Diagnosis infeksi HIV biasanya ditentukan dengan ditemukannya antibodi terhadap HIV dalam darah penderita. Laboratorium di Indonesia melakukan tes terhadap HIV untuk menegakkan diagnosis, penapisan darah transfusi, epidemiologi dan penelitian, setelah menandatangani inform consent dari V.C.T (Voluntary Conseling and Test)

    Tes serologik untuk mendeteksi anti-HIV dapat dikelompokkan menjadi tes saring dan tes konfirmasi. Yang termasuk tes saring yaitu; tes EIA/Elisa, dan tes rapid/sederhana , tes konfirmasi yaitu; western blot, IFA. Setelah tes saring dapat diidentifikasi spesimen yang kemungkinan mengandung anti-HIV, sedangkan setelah tes konfirmasi dapat diketahui bahwa spesimen yang reaktif pada tes penyaring mengandung antibodi spesifk terhadap HIV.

    UNAIDS dan WHO menyarankan pemakaian 3 strategi tes yang baru saja diperbarui untuk meningkatkan ketepatan dan mengurangi biaya tes dan telah diterima oleh Departemen Kesehatan.

    Keamanan transfusi/transplantasi : strategi I

    Surveilans :
    <10% prevalensi : Strategi I
    >10% prevalensi : Strategi II

    Diagnosis :
    Terdapat gejala klinik infeksi HIV :
    <30% prevalensi : Strategi I
    >30% prevalensi : Strategi II
    Tanpa gejala klinik infeksi HIV :
    <10% prevalensi : strategi II
    >10% prevalensi : Strategi III

    Strategi I.
    1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)
    2. Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mem[punyai sensitivitas yang tinggi (> 99%)
    3. Bila tes (A1) menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF

    Strategi II.
    1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)
    2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)
    3. Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif. Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2
    4. Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai reaktif, bila salah satu hasil tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF
    5. Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes A2 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1

    Strategi III.
    1. Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay (disebut tes A1)
    2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)
    3. Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF
    4. Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua (disebut tes A3)
    5. Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan sebagai REAKTIF
    6. Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE
    7. Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi > 10% (beresiko tinggi), laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien berasal dari daerah dengan prevalensi <10% (beresiko rendah), dapat dianggap sebagai NEGATIF.
    8. Reagen untuk tes A2 harus memilki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 dan untuk tes A3 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari tes A2
    Bila hasil tes dilaporkan indeterminate, maka tes perlu diulangi 6 bulan dan 12 bulan kemudian

    Reagensia yang dipilih untuk dipakai pada tes didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas tiap jenis reagen. Reagen yang dipakai pada tes pertama adalah reagensia yang memiliki sensitivitas tertinggi, sebaiknya > 99%, sedangkan reagensia pada tes selanjutnya (kedua dan ketiga) memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari yang pertama, untuk tujuan surveilans harus memiliki spesifisitas minimal sebesar 95% dan untuk tujuan diagnosis memiki spesifisitas minimal sebesar 98%.

    Pada bayi yang baru lahir dengan ibu terinfeksi HIV, dilakukan tes anti-HIV setelah berumur 18 bulan, atau kalau sarana tersedia dapat dilakukan tes antigen
    Pada seseorang yang terpapar darah penderita HIV (jarum suntik), bila hasil tes HIV negatip pada 4 bulan setelah terpapar, dilanjutkan dengan tes tiap 3 bulan selama 1 tahun, bila hasil tetap negatif, penderita bebas dari infeksi HIV
     
     
    daftar pustaka : 
    http://prodia.co.id/tips-kesehatan/mengapa-diperlukan-tes-hiv
    http://sumbarsehat.blogspot.com/2012/07/pemeriksaan-laboratorium-untuk-hiv.html
    (di akses tgl 17-06-2013, pukul 20.15 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar